Ok, langsung aja...
Senjata biologis sering disebut sebagai “senjata nuklir orang miskin” (Gould, 1997). Biaya maupun teknologi yang diperlukan untuk membuat senjata biologis jauh lebih rendah dan mudah dibanding senjata nuklir atau kimia. Walaupun demikian, efek penghancuran massa-nya tidak kalah hebat dibanding kedua senjata tadi. Menurut perhitungan Office of Technology Assessment di Konggres Amerika pada tahun 1993, 100 kg spora Bacillus anthracis yang disebarkan di atas ibukota
Berbeda dengan senjata nuklir, senjata biologis punya banyak jenis. Walaupun senjata kimia juga mempunyai banyak jenis (seperti gas sarin, gas VX, sianida dan sebagainya), karena senjata biologis menggunakan agen hayati seperti virus dan bakteri, jumlahnya cenderung bertambah dengan munculnya berbagai macam penyakit infeksi fatal baru seperti virus Ebola, virus Lassa dan lain-lain. Namun demikian, agen yang benar telah dipakai sebagai senjata biologis adalah bakteri yang telah lama dikenal manusia, mudah didapatkan di alam dan tidak sulit penanganannya. Bacillus anthracis, penyebab penyakit anthrax adalah pilihan utama dan telah terbukti dipakai dalam kejadian di Amerika baru-baru ini maupun coba dibuat di Rusia serta Irak. Selain itu, bakteri yang mematikan dan tercatat sebagai agen senjata biologis adalah Yersinia pestis penyebab penyakit pes, Clostridium botulinium yang racunnya menyebabkan penyakit botulism, Francisella tularensis (tularaemia) dan lain-lain. Di lain pihak, karena bakteri-bakteri patogen itu sudah dikenal lama, pengobatannya sudah diketahui dengan berbagai antibiotika dan pencegahannya dapat dilakukan dengan vaksinasi.
Yang sebenarnya lebih mengerikan adalah senjata biologis dengan agen yang telah direkayasa secara bioteknologi sehingga tahan antibiotika, lebih mematikan, stabil dalam penyimpanan dan sebagainya. Yang paling mudah adalah rekayasa untuk sifat resistensi terhadap antibiotika. Sifat seperti ini biasanya hanya ditimbulkan oleh kumpulan gen sederhana atau bahkan gen tunggal, sehingga mudah dipindahkan dari satu jenis bakteri ke bakteri lain. Teknologi ini juga telah menjadi standar dalam setiap eksperimen biologi molekuler. Bacillus anthracis yang dapat dimatikan dengan antibiotika jenis Penicillin dengan mudah dapat dibuat resisten -lactamase. Biopreparat, jaringanbdengan men-transfer gen enzim instalasi pembuatan senjata biologis di Rusia, dikabarkan telah merekayasa bakteri penyebab pes dengan resistensi terhadap 16 jenis antibiotika.
Walaupun dua cerita di atas baru sebatas skenario, tapi bukan lagi sebuah impian. Hasil penelitian tim peneliti dari CSIRO-Australia yang dipimpin oleh Dr. Ronald J. Jackson yang dipublikasikan di Journal of Virology edisi Februari 2001, memberikan gambaran yang jelas. Tim peneliti itu melakukan rekayasa genetika terhadap virus mousepox untuk mengkontrol fertilitas tikus. Virus ini tidaklah begitu berbahaya, namun ketika keduanya juga mensisipkan gen protein interleukin-4, mousepox tersebut menjadi sangat mematikan. Padahal tujuannya hanyalah untuk meningkatkan efisiensi virus menurunkan kesuburan tikus dengan memperbanyak produksi antibodi terhadap sel telurnya sendiri. Hasil yang diluar dugaan ini menggemparkan masyarakat ilmiah karena virus mousepox merupakan kerabat dekat virus smallpox penyebab penyakit cacar. Dapat dibayangkan teknologi ini sangat mungkin diterapkan kepada virus cacar yang menduduki peringkat pertama dalam tingkat kebahayaannya sebagai senjata biologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar